Ingrid Pribadi
Barang elektronik tak lagi bisa disebut barang mewah.
Barang ini sepertinya sudah wajib dipunyai oleh masyarakat di Tanah Air, mulai
dari peralatan elektronik rumah tangga hingga perangkat mobile, seperti ponsel. Makanya, tak heran, semakin
banyak toko yang khusus menjual barang-barang elektronik menyambangi mal atau
pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Ada yang seperti itu, ada pula yang
berdiri sendiri di luar pusat perbelanjaan.
PT
Electronic City Indonesia Tbk adalah salah satu pemain di penjualan barang
elektronik. Perusahaan yang berdiri pada tahun 2001 itu mengklaim dirinya
sebagai pelopor dalam ritel modern elektronik di Indonesia. Nama tokonya sama
dengan nama perusahaan, yakni Electronic City. Salah satu tokonya terletak di
kawasan SCBD, Jakarta.
“Idenya adalah
karena pada saat itu tidak ada toko elektronik modern. Di mana kita dulu kan
kalau belanja harus pergi ke Glodok (Jakarta). Terus harga harus ditawar,
produk yang ditawarkan jugalimited. Jadi,
karena saya pernah belanja di luar negeri, di mana barang bisa dibeli dengan convenience shopping, one price policy,
jadi saya rasa ini desain konsep bisa jalan, kalau kita punya lokasi yang
tepat. Itu awalnya (Electronic City berdiri),” terang Ingrid Pribadi, Presiden
Direktur dan CEO PT Electronic City Indonesia Tbk, sekaligus Electronic City
Founder, di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Menangani bisnis elektronik tak dipandang sebagai suatu
beban yang berat oleh Ingrid. Sekalipun latar belakang pendidikannya berbeda
dengan bisnis yang ditanganinya sekarang. “Saya dulu major finance. Tapi saya dulu pernah kerja di Nestle,
sebagai marketing.” Setelah itu, ia mengaku, berkarier sebagai
wirausahawan dengan berbagai macam usaha.
Ketika
ditanya apakah tidak sulit menangani bisnis barang elektronik, ia pun menjawab,
“Semua bisnis sebetulnya sama saja. Asal tamu itu suka dan kita itu menjiwai.”
Lantas seperti apa cara Electronic City berbisnis? Ingrid
mengatakan, toko ini mempunyai konsep yakni convenience shopping.
“Di mana harga itu kami kasih servis yang bernilai tambah, misalnya adahome delivery, trade-in (tukar
tambah). Itu hal-hal yang kami tonjolkan,” ujarnya. Ada pula skema pembayaran
cicilan tanpa bunga bagi pemegang kartu kredit.
“Nol persen kredit yang kami keluarkan. Trade-in , home delivery berapa
radius kami yang keluarkan. Jadi, yang saya mau kasih adalah value added service, di mana orang sekarang nggak mau
pusing, misalnya kalau barang rusak bawa kemana nih.
Harus tempat yang trustworthy,” tandasnya.
Sebagai
informasi, PT Electronic City Indonesia Tbk baru saja mencatatkan nama di papan
Bursa Efek Indonesia dengan kode ECII. Perseroan melakukan penawaran umum
perdana saham dengan melepas sekitar 333 juta lembar saham, atau sekitar 25
persen dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Perusahaan kini telah mempunyai 41 toko, yang terdiri dari 25 toko dengan nama
Electronic City dan 16 toko dengan nama Electronic City Outlet.
Pada
akhir 2012, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 1,43 triliun. Dalam tiga
tahun, yakni tahun 2010-2012, pertumbuhan pendapatan tercatat CAGR sebesar 32
persen, dan pertumbuhan laba bersih setelah pajak tercatat CAGR 332 persen.
Perseroan pun mencatatkan laba bersih sebesar Rp 125 miliar di 2012. (EVA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar