Kamis, 25 Juli 2013

Konsep Bisnis Ala Electronic City

Ingrid Pribadi

Barang elektronik tak lagi bisa disebut barang mewah. Barang ini sepertinya sudah wajib dipunyai oleh masyarakat di Tanah Air, mulai dari peralatan elektronik rumah tangga hingga perangkat mobile, seperti ponsel. Makanya, tak heran, semakin banyak toko yang khusus menjual barang-barang elektronik menyambangi mal atau pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Ada yang seperti itu, ada pula yang berdiri sendiri di luar pusat perbelanjaan.
PT Electronic City Indonesia Tbk adalah salah satu pemain di penjualan barang elektronik. Perusahaan yang berdiri pada tahun 2001 itu mengklaim dirinya sebagai pelopor dalam ritel modern elektronik di Indonesia. Nama tokonya sama dengan nama perusahaan, yakni Electronic City. Salah satu tokonya terletak di kawasan SCBD, Jakarta.
 “Idenya adalah karena pada saat itu tidak ada toko elektronik modern. Di mana kita dulu kan kalau belanja harus pergi ke Glodok (Jakarta). Terus harga harus ditawar, produk yang ditawarkan jugalimited. Jadi, karena saya pernah belanja di luar negeri, di mana barang bisa dibeli dengan convenience shoppingone price policy, jadi saya rasa ini desain konsep bisa jalan, kalau kita punya lokasi yang tepat. Itu awalnya (Electronic City berdiri),” terang Ingrid Pribadi, Presiden Direktur dan CEO PT Electronic City Indonesia Tbk, sekaligus Electronic City Founder, di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Menangani bisnis elektronik tak dipandang sebagai suatu beban yang berat oleh Ingrid. Sekalipun latar belakang pendidikannya berbeda dengan bisnis yang ditanganinya sekarang. “Saya dulu major finance. Tapi saya dulu pernah kerja di Nestle, sebagai marketing.” Setelah itu, ia mengaku, berkarier sebagai wirausahawan dengan berbagai macam usaha.
Ketika ditanya apakah tidak sulit menangani bisnis barang elektronik, ia pun menjawab, “Semua bisnis sebetulnya sama saja. Asal tamu itu suka dan kita itu menjiwai.”
Lantas seperti apa cara Electronic City berbisnis? Ingrid mengatakan, toko ini mempunyai konsep yakni convenience shopping. “Di mana harga itu kami kasih servis yang bernilai tambah, misalnya adahome deliverytrade-in (tukar tambah). Itu hal-hal yang kami tonjolkan,” ujarnya. Ada pula skema pembayaran cicilan tanpa bunga bagi pemegang kartu kredit.
“Nol persen kredit yang kami keluarkan. Trade-in , home delivery berapa radius kami yang keluarkan. Jadi, yang saya mau kasih adalah value added service, di mana orang sekarang nggak mau pusing, misalnya kalau barang rusak bawa kemana nih. Harus tempat yang trustworthy,” tandasnya.
Sebagai informasi, PT Electronic City Indonesia Tbk baru saja mencatatkan nama di papan Bursa Efek Indonesia dengan kode ECII. Perseroan melakukan penawaran umum perdana saham dengan melepas sekitar 333 juta lembar saham, atau sekitar 25 persen dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Perusahaan kini telah mempunyai 41 toko, yang terdiri dari 25 toko dengan nama Electronic City dan 16 toko dengan nama Electronic City Outlet.
Pada akhir 2012, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 1,43 triliun. Dalam tiga tahun, yakni tahun 2010-2012, pertumbuhan pendapatan tercatat CAGR sebesar 32 persen, dan pertumbuhan laba bersih setelah pajak tercatat CAGR 332 persen. Perseroan pun mencatatkan laba bersih sebesar Rp 125 miliar di 2012. (EVA)


Posted on  by Ester Meryana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar