Selasa, 07 November 2017

"Bisnis Ritel Hanya Menyesuaikan Diri dengan Tren Masa Kini"

"Bisnis Ritel Hanya Menyesuaikan Diri dengan Tren Masa Kini"

ANDRI DONNAL PUTERA
Kompas.com - 07/11/2017, 19:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena bergugurannya gerai ritel modern dianggap sebagai kesempatan para pelaku usaha di bidang tersebut untuk melakukan sejumlah perbaikan. Perbaikan yang dimaksud menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan zaman masa kini, yakni adanya perubahan pola perilaku konsumen, cara pemasaran produk, hingga tren jenis barang yang diperdagangkan.

"Secara menyeluruh, bisnis ritel hanya menyesuaikan diri dengan tren masa sekarang," kata Head of Retail Jones Lang LaSalle, Cecilia Santoso, melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (7/11/2017) malam.

Cecilia menyebutkan, penyesuaian yang perlu dilakukan para pelaku usaha ritel modern menyangkut berbagai faktor. Dia mencontohkan kondisi terkini, di mana ada sejumlah jenis produk yang dulunya dianggap sebagai tren namun sekarang tidak lagi, hingga pergeseran cara penjualan sebuah produk.

"Seperti warna, model, jenis yang dahulu mungkin trennya di atas dan sekarang mungkin tidak sepopuler dulu dan kalau dulu di toko, display penjualan produk harus maksimal, sekarang foto dari produk tersebut cukup mewakili tanpa harus melihat secara langsung atau menyentuhnya," tutur Cecilia.

Baca juga: Nasib Industri Ritel Modern, Bertahan Dengan Product Mix

Adapun terkait dengan pusat perbelanjaan yang menjadi tempat tersedianya gerai ritel, disebut Cecilia juga akan melakukan beberapa langkah penyesuaian.

Salah satu caranya bisa dengan memperbanyak pilihan produk atau mencari alternatif lain seperti membuka tempat rekreasi atau gerai makanan.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/07/192744526/bisnis-ritel-hanya-menyesuaikan-diri-dengan-tren-masa-kini

"Bisnis Ritel Enggak Ada Matinya!"

ANDRI DONNAL PUTERA
Kompas.com - 02/11/2017, 08:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena gugurnya sejumlah ritel ternama belakangan ini tidak langsung membuat para pengusaha pesimistis.

Buat sebagian dari mereka, peristiwa tersebut harus disikapi dengan baik dan dijadikan kesempatan untuk berinovasi, memperbaiki layanan, dan mengetahui minat konsumen masa kini.

CEO Sogo Department Store Handaka Santosa dalam sebuah diskusi di Hotel Ibis, Jakarta Barat pada Rabu (1/11/2017) mengungkapkan pihaknya masih optimistis dengan kondisi saat ini ketika ritel seperti Lotus yang sudah berdiri lama akhirnya tutup.

Dia bahkan melihat ada perubahan minat konsumen yang harus dipelajari lebih lanjut oleh para pengusaha.

(Baca: Ritel Modern Berguguran, Asosiasi Minta Pengusaha Pemasok Tidak Panik)

"Sekarang minat konsumen lebih ke leisure. Banyak orang ke mal atau pusat perbelanjaan lebih suka untuk makan dan minum, jadi kami berpikir apa yang harus dilakukan supaya tetap bisa menarik minat belanja, salah satunya dengan memberikan pengalaman dalam menyajikan barang di toko," kata Handaka.

Logika yang dipakai Handaka adalah, pembeli akan datang jika dagangan yang dijajakan menarik.

Hal itu memperlihatkan bahwa masih ada kesempatan untuk pengusaha ritel mempertahankan eksistensinya, terlebih daya beli masyarakat dianggap masih bisa meningkat karena setiap tahun pendapatan melalui upah minimum provinsi (UMP) terus naik.

Selain menyajikan pengalaman baru berbelanja bagi konsumen, Handaka juga tidak menutup kemungkinan menerapkan digitalisasi pada toko-toko ritel naungannya.

Hal itu dilakukan menyikapi perubahan yang begitu cepat terhadap dunia usaha, terutama karena perkembangan teknologi dan hadirnya cara belanja secara online.

"Kami dulu enggak mengantisipasi online, perubahan cepat sekali. Tentunya dengan meningkatkan digitalisasi di toko kami, itu sebuah nilai tambah," tutur Handaka.

Atas dasar hal itu, Handaka percaya industri ritel akan tetap hidup di Indonesia. Untuk lebih meyakinkan pendapatnya, dia menceritakan rencana pembukaan Sogo Department Store yang baru 5 November 2017 mendatang di Supermall Karawaci, Tangerang.

"Jadi, sebenarnya bisnis ritel itu enggak ada matinya. Tinggal bagaimana pemerintah memberikan keadilan antara kami pengusaha ritel dengan mereka yang menggunakan platform online agar persaingannya sama," ujar dia.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/02/081944726/bisnis-ritel-enggak-ada-matinya

Menkeu Telisik Penyebab Tutupnya Gerai Ritel Modern Lotus

YOGA SUKMANA
Kompas.com - 24/10/2017, 11:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah Ramayana dan Matahari Departemen Store, giliran Lotus Departemen Store akan menutup gerainya di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, bulan ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah tidak akan tinggal diam melihat gerai-gerai ritel berjatuhan. Ia akan mencari tahu penyebab di balik tutupnya gerai Lotus Thamrin tersebut.

"Kami akan terus memonitor perubahan dari perekonomian apakah diakibatkan suatu era digitalisasi," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Menurut Sri Mulyani, alasan ritel modern menutup gerainya bisa saja disebabkan oleh rencana transformasi ke online. Hal itu menyusul perkembangan ekonomi digital.

Pemerintah, tutur Sri Mulyani, menilai sektor ritel sebagai salah satu sektor yang penting bagi ekonomi. Sebab sektor tersebut berhubungan langsung dengan kebutuhan konsumsi masyarakat.

"Tetapi kami juga melihat sektor lain apakah mereka menghadapi tekanan atau perubahan karena adanya konsep digitalisasi ekonomi atau tidak. Kami akan terus memformulasikan policy-nya," kata Sri Mulyani.

Kemarin, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo justru mengungkapkan, angka penjualan ritel mengalami kenaikan sebesar 5 persen hingga kuartal III 2017. Hal itu sekaligus membantah anjloknya penjulan ritel.

"Saya tidak bisa bicara secara mikro, tetapi secara umum, kami dalam rapat kemarin itu melihat retail sudah ada perbaikan," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Tidak hanya itu, bahkan BI mengatakan bahwa penjualan industri otomotif, perdagangan, perhotelan, hingga restoran sudah mengalami perbaikan pertumbuhan.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/24/113243126/menkeu-telisik-penyebab-tutupnya-gerai-ritel-modern-lotus

Perusahaan Ritel Banyak Tutup, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

PRAMDIA ARHANDO JULIANTO
Kompas.com - 27/10/2017, 18:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri ritel Tanah Air tengah menghadapai persoalan pelik. Satu per satu pelaku industri ritel di Indonesia mulai mengehentikan operasional gerai ritelnya.

Tercatat, hingga saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha ritel yang menutup gerai usahanya, mulai dari 7-Eleven, PT Matahari Department Store.

Terbaru, Lotus Department Store dan Debenhams akan ditutup oleh PT Mitra Adi Perkasa Tbk pada akhir bulan Oktober dan akhir tahun ini.


Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan, perlu ada upaya dari pemerintah agar persoalan tutupnya gerai ritel tidak terus berlanjut.

"Tutup itu kan karena tidak laku, poinnya itu, karena pembelinya berkurang," kata Hariyadi kepada Kompas.com, Jumat (27/10/2017).

Menurut Hariyadi, pasca-tutupnya 7-Eleven hingga saat ini, pemerintah belum serius menghiraukan masalah daya beli.

"Ini kan sekarang kementerian terkait membantahlah enggak percaya daya beli turun segala macam. Tapi kalau pemerintah sendiri tidak memahami apa yang terjadi, kan bisa memukul pemerintah itu sendiri," tambahnya.

Hariyadi, menegaskan saat ini sudah waktunya bagi pemerintah untuk lebih mencari tahu lebih lanjut terkait persoalan daya beli dan fenomena tutupnya gerai ritel.

"Yang penting adalah segera cari tahu apa sih situasi sebenernya seperti apa, sehingga mereka bisa mengambil kebijakan yang tepat," papar Hariyadi.

Sebelumnya, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) memastikan akan menghentikan secara total operasional toko ritel Debenhams di Indonesia pada akhir tahun 2017.

Hal ini dilakukan sebagai bagian dari restrukturisasi usaha perseroan menyusul tinjauan strategis pada bulan Juni 2017 lalu.

MAP juga sudah mengumumkan rencana untuk menghentikan operasional Lotus Department Store pada akhir bulan Oktober 2017.

Head of Corporate Communication MAP, Fetty Kwartati mengatakan, bisnis MAP kedepan akan fokus pada gerai department store yang lain, yakni SOGO, SEIBU, dan Galeries Lafayette.

"Di berbagai belahan dunia, generasi millenials telah menjauh dari department store, dan mereka lebih memilih untuk belanja di toko-toko khusus. Tak terkecuali di Indonesia,” kata Fetty.

Menurutnya, keputusan untuk menutup toko ini dilakukan setelah mempertimbangkan perubahan tren ritel global secara hati-hati.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/27/184542026/perusahaan-ritel-banyak-tutup-apa-yang-sebenarnya-terjadi

Potensi Bisnis Retail di Apartemen Meikarta

Kompas.com - 19/09/2017, 07:19 WIB
ADVERTORIAL

KompasProperti - Pembangunan kota mandiri Meikarta yang berada di Cikarang, Jawa Barat dinilai potensial bagi masyarakat urban. Buktinya, 130 ribu unit apartemen telah dipesan dari 200 ribu unit yang ditawarkan pada penjualan tahap pertama .

Kawasan hunian dan area komersial yang lengkap dengan berbagai fasilitas, mulai dari pusat perbelanjaan, pusat kesehatan, hingga institusi pendidikan berstandar internasional memang menarik bagi investor.

Presiden Meikarta Ketut Budi Wijaya mengatakan, ribuan pekerja di sejumlah kawasan industri Cikarang menjadi pasar potensial bagi Meikarta. Letaknya yang strategis juga menjadikan apartemen Meikarta semakin menarik sebagai produk investasi.

Baca: Perhatikan Lima Hal Ini Sebelum Investasi Properti

Beragam infrastruktur saat ini tengah dibangun pemerintah, seperti light rapid transit (LRT) Cawang - Bekasi Timur - Cikarang, proyek kereta cepat Jakarta - Bandung, pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II, Bandara Internasional Kertajati, hingga pelabuhan Patimban  di Subang.

"Warga Meikarta dapat dengan mudah mencapai Bandara Internasional Kertajati yang terletak 115 kilometer, melalui jalan tol. Selain itu, aktivitas ekspor-impor bisa dilakukan melalui Pelabuhan Patimban yang terletak 60 kilometer dari Meikarta," kata Ketut di Menara Matahari Karawaci, Jumat (15/9/2017).

Dengan rampungnya pembangunan infrastruktur tersebut tentu bakal mempercepat laju perekonomian Cikarang dan sekitarnya. Maka, tak heran Meikarta menjadi investasi yang bernilai besar.

Adapun fasilitas seperti shopping mall, pusat kebudayaan, rumah sakit, sarana pendidikan, hotel, perkantoran dan Central Park membuka peluang bisnis retail.

Sebut saja akan hadirnya shopping mall yang dalam hal ini menjadi penjual berkelas besar dengan barang dagangan makanan, minuman, pakaian hingga aksesoris.

Bagi yang memiliki modal cukup bisa juga membuka catalog showroom, mengingat penghuni apartemen kebanyakan kaum milenial yang sudah terbiasa dengan toko eceran seperti ini.

Kesempatan lainnya adalah dengan membuka toko swalayan yang menjual makanan ataupun obat-obatan dalam jumlah besar dengan harga yang rendah.

Dengan jumlah penghuni apartemen yang mencapai ribuan orang, maka pusat ritel Meikarta akan terlihat lebih besar dari Dubai.

http://biz.kompas.com/read/2017/09/19/071900828/potensi-bisnis-retail-di-apartemen-meikarta

Retail Modern Bertahan dari Serbuan E-Commerce



Kompas.com - 13/10/2017, 11:01 WIB
ADVERTORIAL

Bermunculannya banyak perusahaan e-commerce tidak menghambat pertumbuhan bisnis retail modern. Saat ini, pangsa pasar retail modern di ASEAN-5—yakni Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina—mencapai 30 persen dari total penjualan retail. Pangsa pasar ini membengkak dibandingkan sepuluh tahun lalu sebesar 21,7 persen.

Alfie Yeo, analis DBS Group Research, memprediksi pangsa pasar retail modern di ASEAN-5 akan mencapai 93 miliar dollar AS pada 2021. Setiap tahun, diperkirakan pertumbuhan rata-rata (CAGR) bisnis retail modern mencapai 7,4 persen dari 65,2 miliar dollar AS pada 2016.

“Kami melihat dorongan untuk meningkatkan jangkauan bisnis dan operasional yang lebih efisien, akan menggenjot margin keuntungan. Ini terutama berkat biaya yang lebih rendah, penjualan yang lebih banyak, dan perputaran uang yang lancar,” kata Yeo dalam risetnya berjudul “Will online grocery retail take off in ASEAN?” yang dirilis 18 Juli 2017.

Menurutnya, ekspansi perusahaan-perusahaan retail modern dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi dan pertumbuhan kelas menengah di negara-negara ASEAN. Pada 2016 misalnya, urbanisasi mencapai 53,7 persen atau naik 1,2 persen dari 2014. Artinya, populasi di perkotaan bertambah 11 juta jiwa.

Perkembangan ini terlihat dari aktivitas bisnis perusahaan-perusahaan retail modern di ASEAN. Raksasa supermarket Singapura, Shen Siong berencana menambah 50 gerai baru hingga akhir tahun ini. Begitu pun dengan waralaba 7-Eleven di Malaysia yang bakal menambah 200 gerai convenient store per tahun.

Menurut penilaian Yeo, memperluas jaringan gerai adalah salah satu cara untuk menekan biaya operasional, sekaligus meningkatkan margin keuntungan. Ini dikarenakan margin keuntungan bisnis retail grosir biasanya tidak lebih dari 10 persen.

“Beberapa cara lain untuk menggerek margin keuntungan antara lain, memperoleh barang dari sumber utama, menjual produk yang diproduksi sendiri, memiliki pusat logistik dan distribusi, serta membeli produk secara massal,”  katanya.

Di sisi lain, perkembangan bisnis grosir retail online belum mampu memberikan tantangan berarti bagi grosir retail modern. Retail online memang tumbuh pesat, tapi pangsa pasarnya masih jauh lebih kecil dari grosir retail modern.

Bain & Company (Bain) mencatat pasar grosir retail onlinedi ASEAN saat ini sebesar 6 miliar dollar AS atau hanya 3 persen dari total penjualan retail keseluruhan. Bandingkan dengan pasar retail online di Tiongkok dan Amerika Serikat yang mencapai 293 miliar dollar AS dan 270 miliar dollar AS atau 14 persen dari total penjualan retail.

Di Singapura, kendati Amazon baru-baru ini mengakuisisi supermarket Wholefood senilai 13,7 miliar dollar AS, tapi dari sisi jangkauan bisnis dan operasional raksasa e-commerce Amerika Serikat ini masih kalah dari pemain retail modern lain. Gudang penyimpanan Amazon hanya seluas 100.000 kaki persegi (sqft), sedangkan pemain lama Shen Shiong punya gudang seluas 500.000 sqft, begitu pun dengan Dairy Farm yang punya gudang seluas 260.000 sqft.

Selain itu, Yeo mengungkapkan, bahwa masyarakat ASEAN belum sepenuhnya siap beralih ke belanja online. Keberagaman dan luasnya wilayah di Asia Tenggara memberi tantangan tersendiri buat kesuksesan e-commerce. Keberagaman itu meliputi etnisitas, bahasa, preferensi konsumsi, dan regulasi. Selain itu, sebagian besar negara di Asia Tenggara masih kekurangan infrastruktur pembayaran regional dan logistik yang diperlukan untuk menyukseskan e-commerce.

“Konsumen masih saja belum mempercayai platform e-commerce, akibat kurangnya sensasi menyentuh barang yang dibeli. Selain juga masih mengalami kesulitan dalam menemukan produk yang mereka inginkan secara online,” ujarnya.

http://biz.kompas.com/read/2017/10/13/110115728/retail-modern-bertahan-dari-serbuan-e-commerce

GIC Investasi di Trans Retail 385 Juta Dollar AS


APRILLIA IKA
Kompas.com - 24/02/2016, 12:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - GIC, perusahaan mengelola dana milik pemerintah Singapura, berkomitmen menginvestasikan Rp 5,2 triliun atau 385,19 juta dollar AS ke Trans Retail yang membawahi Carrefour dan TRANSmart.
Trans Retail merupakan perpanjangan tangan konglomerat milik CT Corp. Kolaborasi GIC dan CT Corp akan mendorong Trans Retail menjangkau potensi pasar ritel modern di Indonesia secara penuh.
Dengan kesepakana tersebut, akan memberikan Trans Retail reputasi dan ekuitas merek yang dikombinasikan dengan fokus ke format ritel modern.
Dengan demikian, akan memberikan posisi unik bagi perusahaan ini seiring dengan bertumbuhnya kelas konsumen dan perpindahan format perdagangan tradisional ke format modern.
Chairul Tanjung, pimpinan CT Corp, mengatakan kerja sama dengan GIC merupakan langkah strategis untuk mendorong Trans Retail mengembangkan jumlah tokonya, serta merealisasi visi mereka menjadi toko yang memberikan pengalaman belanja bagi konsumennya.
"Saya percaya sektor ritel memiliki peran penting pada perkembangan ekonomi Indonesia ke depan. Selain menyediakan lowongan kerja, kerja sama ini juga memberikan harga yang terjangkau ke konsumen dan menyokong pebisnis lokal," kata dia.
Amit Kunal, Head, Direct Investments Group, South East Asia, GIC, mengatakan bahwa investasi GIC merefleksikan kepercayaan perusahaan ini terhadap pertumbuhan jangka panjang Indonesia.
"Kami membangun kerja sama dengan partner lokal dengan reputasi baik, dan ingin memperdalam kerja sama dengan CT Corp, yang juga baik untuk nilai investasi kami," kata dia.
Tahun ini, Trans Retail menargetkan membangun 5-7 toko Groserindo, yang juga punya bisnis hotel, restoran dan katering. Tahun lalu, Groserindo membangun toko di Bekasi, Jawa Barat.
Trans Retail juga berencana menambah jumlah Carrefour sebanyak 10 unit tahun ini. Tahun lalu, empat carrefour dibuka
Saat ini Trans Retail mengoperasikan total 89 toko Transmart Carrefour.



http://ekonomi.kompas.com/read/2016/02/24/122342226/GIC.Investasi.di.Trans.Retail.385.Juta.Dollar.AS