Reporter: Muhammad Hendartyo
Editor: Martha Warta
Selasa, 17 Oktober 2017 11:23 WIB
Sejak 2015 Performa Bisnis Ritel di Indonesia Di Bawah Normal
Bisnis ritel di Indonesia. Tempo/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Asosiasi Pelaku Ritel Indonesia atau Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan sejak 2015 bisnis ritel di Indonesia mengalami performa di bawah normal.
"Ritel berjaya pada 2012. Pada 2011 hingga 2012, ritel kita bisa bertumbuh 14 sampai 15 persen," kata Roy Nicholas Mandey saat ditemui di hotel The Hermitage Menteng, Jakarta, Senin, 16 Oktober 2017.
Menurut Roy, bisnis ritel normalnya bertumbuh 2,5 sampai 3 kali pertumbuhan ekonomi. Roy melihat pertumbuhan retail hingga semester I pada 2017 sebesar 3,7 persen.
Ia memprediksi hingga akhir tahun akan mencapai 7,5 sampai 8 persen. "Di bawah dari semester II 2016 yang tumbuh 9 persen," kata Roy.
Ia masih berharap agar pertumbuhan dapat mencapai 9 persen sama seperti dengan 2016. "Namun kalau pun kenyataannya harus terjadi masih bertumbuh tapi, melambat," kata Roy.
Lebih rendahnya pertumbuhan tersebut menurut Roy disebabkan, karena beberapa hal seperti harga komoditas yang tidak bertambah, upah segmen menengah ke bawah tidak berubah, dan terjadi pergeseran perubahan perilaku belanja.
Perilaku belanja yang tadinya dengan keranjang ukuran besar, sekarang konsumen belanja dengan ukuran keranjang yang kecil, karena sudah banyak layanan jemput barang.
Menurut Roy orang sekarang sudah tidak lagi ke toko, cukup pesan online atau dengan jasa jemput barang yang tersedia dalam aplikasi transportasi daring
"Pola belanja yang berubah itu membuat costumer tidak belanja bulanan, tp belanja secukupnya sesuai kebutuhan saja," kata Roy.
Roy melihat industri sekarang dari data 2016 masih 1,4 persen transaksi online dari pada total offline. "Jadi retail online itu dengan total lebih kurang 97,3 user internet hanya 8,7 juta yang transaksi, data terakhir hampir 9 juta transaksi," kata Roy
Kemudian menurut Roy kalau mereka transaksi setahun 5 juta maka total yang mereka kumpulkan baru sekitar 1,4 persen dari US$ 350 miliar market cap offline ritel di Indonesia menurut GRD Global Retail Development. "Kalau 1,4 persen berarti baru sekitar US$ 4,9 juta online," kata Roy.
Roy mengatakan masih memungkinkan kejayaan pada 2012 dapat kembali terjadi. "Mungkin saat memasuki dasawarsa pemerintahan yang baru yang kedua," kata Roy.
Menurut Roy saat ini Indonesia memasuki tahun politik harga komoditas tidak berubah masih lemah, daya serap global untuk komoditas kita juga masih lemah. "Sehingga untuk bisa kembali di kembali di tahun 2012 kami belum melihat pointernya, setelah 2019 itu akan semakin baik," kata dia.
HENDARTYO HANGGI
Read more at https://bisnis.tempo.co/read/1025407/sejak-2015-performa-bisnis-ritel-di-indonesia-di-bawah-normal#065f0JtQOYcPvkCg.99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar