Jumat, 22 November 2013

Kehadiran Peritel Asing di Daerah Hanya "Trial and Error"


Penulis : Hilda B Alexander | Rabu, 20 November 2013 | 19:51 WIB
BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Kompetisi sengit sektor ritel (pusat belanja) di beberapa kota di Indonesia sudah mulai menjadi fenomena menarik untuk diikuti. Pengelola pusat-pusat belanja tersebut berlomba menggandeng peritel (tenant) yang popular di benak publik.

Untuk peritel utama (anchor tenant), tak sekadar peritel berbendera lokal, asing pun secara intensif didekati. Demi meraup pengunjung, omset dan juga gengsi. Di Medan, Sumatera Utara, contohnya, telah lama dibuka Sogo Department Store dan beberapa gerai pakaian dan kuliner asing di Sun Plaza. Sebentar lagi, Parksson akan beroperasi pada 2014 mendatang di Medan Center Point.

Demikian halnya dengan Solo, Jawa Tengah, yang telah diramaikan oleh Metro Department Store dan Lottemart di The Park Solo. Sementara Balikpapan, merupakan kota pertama di Kalimantan yang akan dimasuki oleh Debenhams Department Store dan juga kelak Sogo Department Store.

Menurut Head of Research Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus, gejala pesatnya pertumbuhan pusat belanja mulai terjadi pasca krisis finansial global 2008. Setelah krisis, pasar properti yang paling menjanjikan dan memperlihatkan pertumbuhan salah satunya Indonesia.

"Pusat belanja merupakan indikator paling representatif untuk menggambarkan pesatnya pertumbuhan pasar properti di daerah. Hal tersebut terstimulasi oleh pertambahan jumlah kelas menengah yang mencapai 45 juta orang dengan daya beli yang juga meningkat," papar Anton kepada Kompas.com, Rabu (20/11/2013).

Bahkan, McKinsey Global Institute memperkirakan jumlah kelas menengah Indonesia bakal mencapai 135 juta orang pada 2030 mendatang dengan pendapatan perkapita minimum 4.000 dollar AS per tahun.

Sementara Boston Consulting Group memproyeksikan jumlah kelas menengah Indonesia akan melonjak menjadi 141 jiwa pada 2020 mendatang. Jumlah ini hampir berlipat ganda ketimbang 2012 yang mencapai 74 juta orang. Lain lagi dengan Euromonitor International yang merasa yakin kelas menengah Indonesia bertambah menjadi 58 persen dari total populasi pada tujuh tahun ke depan.

Lonjakan jumlah kelas menengah tersebut seiring dengan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat. Sekaligus melahirkan pola konsumsi baru yang terus bergerak menyesuaikan dinamika pasar.

"Perilaku konsumen kelas menengah sekarang berbeda dengan zaman dulu. Mereka lebih menuntut produk dan jasa yang menawarkan kenyamanan, prestis, dan kelas yang dapat mewakili status dan juga pernyataan sosial mereka. Bukan lagi sekadar pemenuhan kebutuhan dasar," ujar Anton.

Oleh karena itu, galib adanya jika peritel global mulai marak memasuki Indonesia saat kelas menengah juga bertumbuh. Kendati, sejatinya, fenonema merebaknya peritel asing sudah terjadi sejak era 1990-an, terutama sejak masuknya nama-nama seperti Sogo Department Store, Carrefour, Metro Department Store, ACE Hardware, Marks&Spencer, Circle K, ToysRus dan Kinokuniya.

Tahun ini, peritel asal Jepang mendominasi. Salah satunya adalah pelaku usaha makanan dan minuman internasional yang membuka cabang perdananya seperti Washoku Sato di Central Park. Selain itu, terdapat peritel yang menjajakan busana kerja iRoo asal Taiwan, TM Lewis asal Inggris yang membuka gerai di Pacific Place, serta H&M asal Swedia yang membuka gerai di Gandaria City dan Pondok Indah Mall. Desainer Emilio Pucci asal Italia dan McQ bahkan sudah membuka gerai perdana di Plaza Senayan.

Anton menengarai, kehadiran peritel asing tersebut juga didorong oleh perilaku konsumsi orang Indonesia yang sangat royal dalam berbelanja terutama untuk makanan dan minuman. Mereka menghabiskan sekitar 75 miliar dollar AS per tahun. Sementara konsumsi untuk pakaian dan apparellainnya sebesar 22 miliar dolar AS per tahun.

Kendati demikian, kata Anton, kehadiran peritel sekelas Debenhams, Sogo dan juga Metro Department Store di daerah (terutama kota kedua), lebih merupakan trial and error.

"Prospek tetap ada, akan tetapi secara jangka panjang masih harus dibuktikan apakah mereka bisa bertahan atau tidak. Mitra Adi Perkasa sebagai pemegang lisensi Debenhams dan Sogo tentu sudah memperhitungkan hal ini, demikian juga halnya dengan Transmahagaya," imbuh Anton.

Terlebih lagi, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Kalimantan Timur, Agustinus, Balikpapan dan kota-kota lainnya di Kalimantan masih bermasalah dengan pasokan listrik.

"Hal ini sangat menghambat kelangsungan operasional pusat belanja dan sering dikeluhkan oleh peritel. Tak heran bila rental rate di Balikpapan sangat tinggi, rerata Rp 350.000/m2/bulan di luar biaya servis dan tarif tertinggi sudah mencapai Rp 950.000/m2/bulan di luar biaya servis," jelas Agustinus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar